Menyoal Pengelolaan Dana Desa hingga Peningkatan Tunjangan Perangkat Desa
Badan Legislasi (Baleg) DPR resmi memberikan persetujuan terhadap Revisi UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa menjadi usul inisiatif DPR. Nantinya, Revisi UU (RUU) Desa tersebut nantinya bakal diparipurnakan terlebih dulu untuk disahkan menjadi usul inisiatif DPR. Tapi begitu, ada sejumlah aturan yang perlu mendapat perhatian. Sepertihalnya soal penambahan dana desa yang semula Rp1 miliar bakal bertambah 20 persen.
Anggota Baleg Firman Subagyo berpandangan dalam rangka mewujudkan pemberdayaan desa yang makmur sejahtera dan berkeadilan, pemerintah pusat mengucurkan dana desa bersumber dari anggaran pendapatan belanja negara (APBN). Efektivitas dana desa pun terus dikaji Baleg dalam implementasinya yang sudah berjalan sekian tahun sejak UU 6/2014 berlaku.
Namun demikian, Firman mendorong agar pengelolaan dana desa diberikan kewenangan dan kemandirian penuh kepada kepala desa dengan mekanisme pengawasan ketat. Dia beralasan pemerintah desa mampu melaksanakan tugas dan fungsinya dalam membangun desa sesuai potensi desa di masing-masing daerah. Apalagi sumber pendapatan desa sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (1) draf RUU mengatur antara lain berasal dari alokasi APBN.
“Karena setiap desa mempunyai karakteristik yang berbeda,” ujarnya di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (4/7/2023).
Pasal 26 ayat (1) draf RUU menyebutkan, “Kepala Desa bertugas menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat di Desa”. Sementara ayat (2) mengatur berbagai kewenangan kepala desa. Antara lain kepala desa berwenangan memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan aset desa, menetapkan anggaran pendapatan dan belanja desa, hingga mengembangkan sumber pendapatan desa. Secara eksplisit, kepala desa berwenang mengelola dana desa yang diberikan dari pemerintah pusat yang berasal dari APBN.
Anggota Komisi IV DPR itu berharap betul agar pengelolaan dana desa dilakukan secara penh kemandirian dan memiliki kepastian payung hukum jelas sebagai dasar tata kelolanya. Alasan perlunya kepala desa diberikan kepercayaan kemandirian mengelola dana desa secara penuh agar memberikan pembelajaran kepada perangkat desa. Setidaknya agar para kepala desa betul-betul dapat melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan azas kehati-hatian. Serta tunduk kepada UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
“Karena, dana desa yang bersumber dari APBN,” katanya.
Apalagi dana desa mengalami peningkatan yang bakal diterima desa sebagaimana diatur dalam draf RUU. Pasal 72 ayat (2) draf RUU menyebutkan, “Alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bersumber dari Belanja Pusat berupa dana Desa sebesar 20% (dua puluh perseratus) dari dana transfer daerah dengan mengefektifkan program yang berbasis Desa secara berkeadilan”.
Memberikan kewenangan dan kemandirian penuh kepada kepala desa dengan mekanisme pengawasan ketat. Pemerintah desa mampu melaksanakan tugas dan fungsinya dalam membangun desa sesuai potensi desa di masing-masing.
Selain itu, pemerintah desa memiliki karakteristik yang berbeda antara satu desa dengan lainnya. Bahkan memiliki potensi dan kearifan lokal yang berbeda-beda. Memang, pengelolaan dana desa dalam praktiknya harus mengikuti arahan dan aturan pemerintah pusat. Nah karena itulah pemerintah desa dinilai tidak akan bisa maju dan membangun desanya melalui dana desa tersebut.
Politisi Partai Golkar itu pun mendorong tunjangan bagi perangkat desa agar ditingkatkan. Sebab beban tugas para perangkat desa pun cukup besar dalam mengawal berbagai kegiatan di masyarakat. Pengaturan tunjangan bagi perangkat desa diatur dalam Pasal 50A yang mengatur soal hak. Selain menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah, perangkat desa mendapatkan jaminan sosial di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan. Kemudian juga mendapatkan tunjangan purnatugas 1 kali di akhir masa jabatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Selain itu, Firman mendorong agar DPR mesti mengakomodir berbagai tantangan dan perubahan terhadap dampak globalisasi melalui revisi UU 6/2014. Karena itulah pembentuk UU mesti lebih progresif, represif dan antisipatif dengan berbagai tantangan dan perubahan di era kemajuan teknologi dan informasi.
“Karena itu, Indonesia harus mampu membangun dan memperkuat struktur ekonominya mulai dari desa supaya pondasi ekonomi nasional lebih kuat lagi,” katanya.
Sementara anggota Baleg dari Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) Desy Ratnasari mendukung penugh penambahan alokasi dana desa per tahun sebesar 20 persen secara terukur sesuai dengan kemampuan APBN. Dia berharap aspirasi dan masukan yang disampaikan berbagai anggota dewan memberikan manfaat bagi pembangunan masyarakat desa.
Sebagaimana diketahui, sembilan fraksi partai di Baleg menyepakati adanyan penambahan anggara dana desa sebesar 20 persen dari dana transfer daerah yang berasal dari APBN. Selain itu, RUU Desa pun telah disepakati menjadi usul inisiatif. Selanjutnya, RUU Desa diboyong dalam rapat paripurna agar resmi menjadi usul inisiatif DPR.