Alhamdulillah! RUU Perampasan Aset Masuk Prolegnas 2025-2029
Pemerintah melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Supatman Andi Aktas, secara resmi mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka menengah periode 2025-2029.
Usulan ini disampaikan dalam rapat bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada Senin (18/11).
RUU Perampasan Aset ini mendapatkan posisi strategis dalam daftar prioritas.
Supatman menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen penuh dalam mengajukan RUU tersebut.
“RUU Perampasan Aset ditempatkan pada urutan kelima dari daftar 40 RUU yang kami ajukan dalam Prolegnas mendatang,” jelasnya.
Meski masuk dalam Prolegnas, RUU ini tidak termasuk dalam daftar prioritas jangka pendek.
Ketua Badan Legislasi DPR, Doli Kurnia, menjelaskan bahwa pembahasan RUU ini membutuhkan kajian mendalam, terutama terkait kesesuaian dengan sistem hukum dan politik di Indonesia.
“Kami memahami urgensinya, tetapi pembahasan yang hati-hati sangat diperlukan. Ini untuk memastikan bahwa undang-undang ini nantinya dapat diterima dengan baik oleh seluruh lapisan masyarakat,” ungkap Doli.
Sebelumnya, anggota Baleg DPR RI, Benny K. Harman, menyampaikan ketidakpuasannya terhadap anggapan bahwa DPR menjadi penghambat pembahasan RUU ini.
Ia menegaskan bahwa DPR tidak pernah menolak membahas, namun pemerintah belum secara resmi mengajukan RUU tersebut.
“DPR dituduh tidak mau membahas RUU Perampasan Aset, padahal pemerintah sendiri belum mengajukan rancangan itu secara resmi. Kami hanya bisa membahas sesuatu yang sudah diajukan,” tegas Benny.
Ia juga menambahkan bahwa komunikasi yang lebih baik antara pemerintah dan DPR sangat diperlukan untuk mempercepat proses legislasi yang dianggap krusial ini.
Menurut Benny, pemerintah harus mengambil posisi yang lebih jelas dan aktif.
RUU Perampasan Aset diharapkan dapat menjadi landasan hukum yang kuat untuk menyita aset hasil tindak pidana, seperti korupsi, pencucian uang, dan kejahatan ekonomi lainnya.
Dengan adanya undang-undang ini, pemerintah memiliki alat hukum yang lebih efektif untuk memulihkan kerugian negara sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.