Masih terdapat beberapa kota dan kabupaten di Indonesia yang minim atau bahkan nol kuota untuk guru honorer, meskipun Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, telah menjanjikan bahwa Kementerian akan memberikan kuota langsung jika Pemda tidak memberikannya.
Kami sangat berterima kasih atas upaya yang telah dilakukan untuk P3K.
Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut.
Tantangan Guru Honorer
Salah satu tantangan utama adalah dampak pengangkatan P3K terhadap guru honorer.
P3K yang diangkat rata-rata berasal dari guru sekolah swasta dan kemudian ditempatkan di sekolah negeri.
Hal ini menyebabkan guru honorer yang ada di sekolah negeri kehabisan jam mengajar.
Di Jawa Barat, terdapat kebijakan yang mengharuskan semua kepala sekolah menerima P3K yang datang ke sekolah dan mempertahankan guru honorer berapa pun jam mengajarnya.
Kebijakan ini disambut dengan baik, namun perlu adanya langkah lanjut untuk menjaga keseimbangan antara guru baru dan guru yang sudah lama.
Usulan Pengangkatan Guru Honorer
Kami mengusulkan agar guru honorer yang terdampak segera diangkat menjadi P3K pada kesempatan berikutnya.
Hal ini penting untuk memastikan kesejahteraan mereka dan mencegah terjadinya pengusiran oleh guru baru.
Dengan diangkatnya guru honorer menjadi P3K, mereka akan memiliki jaminan kesejahteraan yang lebih baik dan tidak merasa terancam dengan kehadiran guru baru.
Permasalahan Guru Agama
Permasalahan yang lebih kompleks terjadi pada guru agama, baik Islam maupun non-Muslim.
Guru agama memiliki dua juragan, yaitu Kementerian Agama dan Kemendikbud.
Gaji mereka diatur oleh Kemenag, namun kenaikan pangkat dan sertifikasi diatur oleh Kemendikbud.
Hal ini menyebabkan ketidaksesuaian dan ketidakjelasan dalam karir mereka.