Undang-Undang Desa yang ada saat ini menimbulkan banyak perdebatan, terutama mengenai status perangkat desa.
Sebagai bagian integral dari pemerintahan desa, perangkat desa memainkan peran penting dalam melayani masyarakat.
Namun, status mereka masih belum jelas di dalam kerangka peraturan yang ada.
Perangkat Desa dan Kepala Desa: Bukan ASN
Perangkat desa, seperti halnya kepala desa, bukanlah Aparatur Sipil Negara (ASN).
Status mereka ini membuat posisi perangkat desa berada dalam ketidakpastian.
Dalam Undang-Undang ASN, tidak ada pengakuan atau perlindungan khusus untuk perangkat desa, dan hal yang sama berlaku dalam Undang-Undang Desa.
Ketidakjelasan status ini berdampak pada berbagai aspek, termasuk hak-hak yang mereka terima.
Saat ini, perangkat desa tidak masuk dalam kategori yang menerima tunjangan dari pemerintah daerah, yang tentunya mengurangi insentif mereka dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan desa.
Pentingnya Pengakuan dan Perlindungan
Dalam proses pembahasan perubahan Undang-Undang Desa, muncul suara yang mendukung perlunya pengakuan yang lebih jelas terhadap perangkat desa.
Salah satu fraksi di DPR, yaitu Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap perubahan undang-undang ini.
Mereka menekankan pentingnya pendetailan aturan agar pelaksanaan pemilihan kepala desa (pilkades) menjadi lebih mudah dan terjangkau, serta menekankan perlunya pemberantasan praktik politik uang dalam proses tersebut.
Selain itu, fraksi ini juga menuntut agar perangkat desa diberikan jaminan yang lebih baik, termasuk kemungkinan untuk diangkat menjadi ASN atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).