Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Calon Tunggal Vs. Kotak Kosong di Pilkada: Antisipasi Kekalahan dan Pilkada Ulang 2025

Fenomena calon tunggal dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menjadi sorotan hangat di berbagai daerah.

Anggota Komisi II DPR RI, Aminurokhman, memberikan perhatian serius terkait dinamika ini, terutama dengan potensi kekalahan calon tunggal oleh “kotak kosong.”

Menurut Aminurokhman, meskipun calon tunggal merupakan bagian dari demokrasi yang dinamis di Indonesia, tetap ada risiko besar yang harus diantisipasi.

Salah satu risiko utamanya adalah jika calon tunggal kalah melawan kotak kosong, yang pada akhirnya akan memaksa diadakannya Pilkada ulang.

“Calon tunggal adalah wujud dari demokrasi kita, tetapi kita tidak bisa mengabaikan risiko kalah dari kotak kosong. Jika itu terjadi, otomatis akan ada pemilihan ulang,” kata Aminurokhman usai agenda Kunjungan Kerja Spesifik Komisi II DPR RI di Karawang, Jawa Barat, pada Rabu, 11 September 2024.

Baca Juga:  Bawaslu Membuka Pendaftaran PANWASCAM untuk Pilkada Serentak 2024, Simak Besaran Gajinya

Dalam pertemuan tersebut, Komisi II DPR RI dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI membahas secara mendalam implikasi kekalahan calon tunggal.

Pembahasan ini mencakup berbagai skenario terkait pelaksanaan Pilkada ulang yang dijadwalkan berlangsung pada tahun 2025.

Antisipasi Anggaran dan Waktu Pemilihan Ulang

Aminurokhman menekankan pentingnya kesiapan dari segi anggaran dan waktu.

Pasalnya, pemilihan ulang bukan hanya sekadar mendaftarkan ulang calon, tetapi juga melibatkan serangkaian proses yang memakan waktu.

Mulai dari tahap pendaftaran, verifikasi, hingga kampanye ulang, semua membutuhkan persiapan matang.

Baca Juga:  Mengenal Perangkat Kelurahan: Lurah, Sekretaris, dan Kelompok Jabatan Fungsional

“Pemilukada ulang pasti akan memakan waktu lebih lama. Oleh karena itu, diperlukan Penjabat (Pj) sementara untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah. Jika masa jabatan Pj masih di bawah 6 bulan, hal itu masih bisa diterima. Namun, jika ditunda hingga 2025, Komisi II menyatakan keberatan, terutama terkait keserentakan pelaksanaan Pilkada di seluruh Indonesia,” ungkap Aminurokhman.

Penunjukan Penjabat sementara ini merupakan solusi sementara sebelum pelaksanaan Pilkada ulang, namun tetap menimbulkan kekhawatiran.

Terlebih lagi, Pilkada serentak yang dijadwalkan pada tahun 2029, menjadi faktor tambahan dalam pengambilan keputusan terkait waktu dan durasi masa jabatan Penjabat sementara.

Dampak Masa Jabatan yang Pendek

Follow Bungko News
Follow Bungko News
Berita dan informasi menarik lainnya di Google News untuk update artikel pilihan dan breaking news setiap hari.
Klik Disini
Halaman: 1 2
Selanjutnya
Share: