Sekretaris Daerah Jembrana, I Made Budiasa, menyatakan bahwa pemerintah pusat akan membagi pegawai ASN hanya ke dalam dua kategori, yaitu PNS dan P3K, sehingga keberadaan tenaga honorer atau kontrak akan dihapus secara bertahap.
Meski begitu, ia menegaskan bahwa pemerintah daerah masih akan membayar gaji pegawai non-ASN yang sudah lolos maupun tidak lolos seleksi P3K tahap 1, serta mereka yang sedang mengikuti seleksi tahap 2.
Kebijakan ini tentu memunculkan keresahan di kalangan tenaga honorer.
Bukan hanya yang gagal seleksi P3K, tetapi juga mereka yang sudah dinyatakan lolos.
Salah satu kekhawatiran utama adalah ketidakjelasan regulasi mengenai gaji pegawai yang akan diangkat sebagai P3K penuh waktu maupun paruh waktu.
Di sisi lain, tenaga honorer yang tidak lolos seleksi P3K dan juga tidak masuk dalam skema outsourcing masih menanti keputusan lebih lanjut dari pemerintah.
Sebagian dari mereka cemas akan kehilangan pekerjaan setelah masa transisi selesai.
Dengan adanya kebijakan ini, tenaga honorer di berbagai daerah harus lebih siap menghadapi perubahan status kepegawaian yang semakin ketat.
Meski begitu, masih banyak ketidakpastian yang menyelimuti nasib para tenaga honorer, terutama yang tidak lolos seleksi P3K maupun tidak termasuk dalam skema outsourcing.
Ke depannya, harapannya pemerintah pusat dan daerah dapat memberikan kepastian yang lebih jelas dan berpihak pada kesejahteraan tenaga honorer, baik yang lolos seleksi P3K maupun yang tidak.
Karena bagaimanapun, mereka telah lama menjadi bagian penting dalam operasional pemerintahan di berbagai sektor. ***