Akhir-akhir ini, berita tentang status tenaga honorer di Indonesia menjadi sorotan utama.
Tuntutan untuk mengangkat honorer menjadi P3K penuh waktu, bukan hanya sebagai P3K paruh waktu, semakin mengemuka.
Sejumlah tenaga honorer yang terdaftar dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN) melakukan unjuk rasa di berbagai daerah, menyuarakan keresahan mereka atas ketidakpastian pengangkatan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Unjuk rasa ini dipicu oleh kegagalan dalam seleksi P3K pada 2024, di mana banyak honorer yang tidak mendapatkan formasi untuk diangkat menjadi P3K.
Namun, ada angin segar datang dari Wakil Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI), Muhdi, yang mengusulkan solusi untuk masalah ini.
Ia mengusulkan agar para tenaga honorer yang belum diangkat menjadi P3K dapat diberi status P3K penuh waktu.
Menurutnya, kebijakan pengangkatan honorer ini tidak hanya berfokus pada P3K paruh waktu, melainkan mengupayakan agar mereka bisa menjadi P3K penuh waktu yang memiliki hak dan tanggung jawab setara dengan pegawai negeri sipil.
Muhdi menekankan pentingnya efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah untuk digunakan dalam mengatasi masalah ini.
Pemerintah baru saja mengeluarkan instruksi untuk melakukan efisiensi anggaran, yang berhasil menghemat sekitar 306,69 triliun rupiah.
Dari jumlah ini, 256 triliun rupiah berasal dari anggaran kementerian dan lembaga, sedangkan 50,59 triliun rupiah berasal dari transfer ke daerah.
Angka yang sangat besar ini, menurut Muhdi, bisa dialokasikan untuk mengangkat seluruh pegawai non-ASN atau honorer menjadi P3K penuh waktu, khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan, yang merupakan sektor vital dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) Indonesia.
Muhdi juga mengapresiasi langkah pemerintah yang telah melakukan efisiensi anggaran, yang dapat digunakan untuk program-program penting, seperti peningkatan gizi, swasembada pangan, perbaikan sektor kesehatan, dan pengembangan SDM melalui pendidikan dan teknologi.
Ia menegaskan bahwa penggunaan anggaran efisiensi ini harus seimbang, mencakup berbagai sektor yang mendukung pertumbuhan negara, termasuk juga sektor tenaga kerja.
Menurut Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jawa Tengah, efisiensi anggaran yang mencapai 306 triliun rupiah ini sudah cukup untuk memastikan bahwa seluruh tenaga honorer, khususnya guru dan tenaga kependidikan, dapat diangkat menjadi ASN sesuai dengan amanah Undang-Undang ASN Nomor 20 Tahun 2023.
Dalam undang-undang ini, tidak ada lagi tempat bagi pegawai non-ASN setelah 2025. Oleh karena itu, pengangkatan honorer menjadi P3K penuh waktu adalah langkah yang harus segera dilaksanakan.
Halaman : 1 2 Selanjutnya