Di sisi lain, anggota Komisi 2 DPR RI, Rusda Mahmud, juga mengungkapkan bahwa evaluasi terhadap pelaksanaan P3K tahap pertama sangat diperlukan.
Banyak keluhan yang datang dari para pelamar P3K yang merasa dirugikan akibat ketidakjelasan syarat masa kerja yang tidak dipatuhi oleh oknum pejabat.
Beberapa pelamar yang sudah mengabdi dalam waktu lama merasa tersingkirkan, sementara mereka yang baru bekerja beberapa bulan, bahkan tidak memenuhi syarat, justru lolos seleksi karena faktor kedekatan dengan pejabat daerah.
“Ini yang menjadi perhatian kita. Pemerintah harus lebih tegas dalam mengatur dan memastikan proses seleksi dan penerimaan honorer berjalan adil. Kami akan membawa masalah ini ke komisi untuk mencari solusi yang lebih baik,” ujar Rusda Mahmud.
Ia menambahkan bahwa salah satu evaluasi penting adalah memberi kesempatan bagi peserta seleksi CPNS yang tidak lolos untuk mengikuti seleksi P3K di tahap selanjutnya.
Sementara itu, sejumlah honorer di daerah yang masa kerjanya sudah lebih dari dua tahun dan tidak masuk dalam database BKN berharap ada solusi lebih lanjut agar mereka tetap mendapatkan hak mereka sebagai tenaga pengabdi negara.
Rencana untuk melibatkan mereka dalam sistem R4 dan R5 di masa depan menjadi salah satu topik pembahasan yang terus digulirkan oleh DPR RI.
Dengan berbagai kebijakan yang terus berkembang, nasib honorer non-ASN di Indonesia tetap penuh ketidakpastian.
Pemerintah daerah, DPR, serta pihak terkait lainnya akan terus melakukan evaluasi dan merumuskan solusi agar para tenaga honorer bisa mendapatkan hak mereka dengan adil dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ke depan, harapan untuk sistem yang lebih transparan dan sistematis menjadi prioritas agar keadilan bagi semua pihak dapat tercapai. ***
Halaman : 1 2