Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Perangkat Desa Jadi ASN: Antara Harapan dan Realitas?

Perangkat desa, yang terdiri dari sekretariat desa, pelaksana teknis, dan pelaksana kewilayahan, merupakan ujung tombak pelayanan publik di tingkat desa.

Mereka bertanggung jawab atas berbagai urusan administrasi, pembangunan, dan kesejahteraan masyarakat desa.

Namun, status kepegawaian mereka masih belum jelas dan tidak sepadan dengan tugas dan tanggung jawab yang diemban.

Sejak tahun 2014, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan yang berkaitan dengan perangkat desa, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa.

Namun, kebijakan-kebijakan tersebut masih menyisakan sejumlah persoalan, terutama mengenai status kepegawaian perangkat desa.

Salah satu wacana yang muncul adalah mengangkat perangkat desa menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), baik Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Wacana ini didasarkan pada beberapa alasan, antara lain:

  • Peningkatan kesejahteraan: Sebagai ASN, perangkat desa akan mendapatkan gaji dan tunjangan yang lebih pasti dan layak, serta perlindungan sosial yang lebih baik. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan kinerja mereka dalam melayani masyarakat desa.
  • Penguatan kompetensi: Sebagai ASN, perangkat desa akan mengikuti pelatihan dan pendidikan yang diselenggarakan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) atau instansi terkait. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan profesionalisme mereka dalam menjalankan tugas dan fungsi pemerintahan desa.
  • Kesetaraan dengan ASN lain: Sebagai ASN, perangkat desa akan memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan ASN lain yang bekerja pada instansi pemerintah. Hal ini diharapkan dapat menghapus diskriminasi dan ketimpangan yang selama ini dialami oleh perangkat desa.

Wacana perangkat desa jadi ASN mendapat dukungan dari berbagai pihak, terutama dari Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI), yang merupakan organisasi yang mewadahi aspirasi dan kepentingan perangkat desa.

PPDI telah menyampaikan usulan dan masukan kepada pemerintah terkait dengan wacana tersebut, termasuk dalam rangka revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang sedang digodok oleh DPR.

Namun, wacana perangkat desa jadi ASN juga mendapat tantangan dan kritik dari berbagai pihak, terutama dari pemerintah pusat dan daerah. Beberapa alasan yang dikemukakan, antara lain:

  • Tidak sesuai dengan karakteristik desa: Perangkat desa dianggap sebagai bagian dari masyarakat desa, bukan sebagai birokrat pemerintah. Mereka dipilih dan diangkat oleh kepala desa, bukan oleh pejabat pembina kepegawaian. Mereka juga memiliki keterikatan sosial dan budaya yang kuat dengan masyarakat desa, yang tidak bisa dipisahkan dengan tugas dan fungsi mereka sebagai perangkat desa.
  • Tidak sesuai dengan aturan kepegawaian: Perangkat desa tidak memenuhi syarat dan kriteria untuk menjadi ASN, baik PNS maupun P3K. Mereka tidak melalui proses seleksi dan rekrutmen yang kompetitif dan transparan, tidak memiliki ijazah pendidikan formal yang sesuai dengan jabatan yang diemban, dan tidak memiliki masa kerja yang cukup untuk mendapatkan kenaikan pangkat dan golongan.
  • Tidak sesuai dengan kapasitas anggaran: Mengangkat perangkat desa menjadi ASN akan menimbulkan beban anggaran yang besar bagi pemerintah, baik pusat maupun daerah. Jumlah perangkat desa di seluruh Indonesia mencapai sekitar 1,8 juta orang, yang jika diangkat menjadi ASN akan menambah jumlah ASN yang sudah mencapai sekitar 4,5 juta orang. Hal ini akan mempengaruhi alokasi dan distribusi anggaran untuk kepentingan lain, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.

Wacana perangkat desa jadi ASN masih terus bergulir dan belum menemui titik temu.

Di satu sisi, ada harapan dan tuntutan dari perangkat desa untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan dari pemerintah.

Di sisi lain, ada kenyataan dan kendala yang dihadapi oleh pemerintah dalam mengakomodasi wacana tersebut.

Diperlukan dialog dan komunikasi yang intensif dan konstruktif antara semua pihak yang terkait, agar dapat menemukan solusi yang terbaik bagi perangkat desa dan pemerintahan desa. (***)

Follow Bungko News
Follow Bungko News
Berita dan informasi menarik lainnya di Google News untuk update artikel pilihan dan breaking news setiap hari.
Klik Disini
Share:

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.