Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

FINALISASI PP PESANGON SKEMA PERUBAHAN GAJI PENSIUN BISA DAPAT 1 MILIAR?

BUNGKO NEWS — Dalam rapat yang digelar pada hari ini, anggota Komisi 11 DPR menggelar diskusi mendalam mengenai pengelolaan program pensiun, khususnya mengenai investasi dana pensiun yang dikelola oleh PT Taspen dan kesiapan reformasi menuju pengalihan program tabungan hari tua (THT) serta pembayaran pensiun ke BPJS Tenaga Kerja pada tahun 2029.

Diskusi ini dihadiri oleh para pimpinan, pejabat terkait, dan perwakilan dari Taspen guna mengklarifikasi sejumlah data yang sempat menimbulkan tanda tanya serta menanyakan kesiapan pemerintah dalam menjalankan amanat undang-undang.

Dalam paparan yang dipimpin oleh Pak Prima, disampaikan capaian kinerja investasi Taspen pada periode 2019 hingga 2024.

Menurut data yang disajikan, nilai investasi yang dicapai mencapai angka signifikan dengan adanya perbedaan antara angka yang tercatat pada slide paparan dengan data resmi yang dimiliki Taspen.

Secara khusus, pada salah satu slide, disebutkan bahwa nilai investasi mencapai 17 triliun, sementara data dari Taspen menunjukkan angka 9 triliun untuk hasil investasi THT.

Diskusi pun pun mencuat ketika seorang anggota rapat mempertanyakan perbedaan tersebut: “Apakah angka 17 itu merupakan hasil investasi plus iuran atau hanya murni hasil investasi?”

Dari penjelasan yang diterima, dijelaskan bahwa perhitungan angka 17 triliun tersebut merupakan penjumlahan dari hasil investasi sebesar 9 triliun yang tercatat untuk THT, ditambah dengan iuran dan premi yang mencapai 8 triliun.

Menurut keterangan tersebut, investasi yang dilaporkan Taspen khususnya untuk THT hanya mencapai 9 triliun, sementara sisa angka merupakan tambahan dari iuran dan premi lainnya.

Hal ini menimbulkan perdebatan mengenai apakah metode pencatatan yang diterapkan sudah sesuai dengan standar dan data yang dimiliki oleh lembaga pengawas.

Selain isu data investasi, diskusi juga mengarah pada pertanyaan kritis terkait tata kelola iuran dan aset pada program-program yang dikelola oleh Taspen.

Dalam salah satu slide paparan, disampaikan bahwa terdapat perbedaan proporsi iuran antara peserta dan pemberi kerja, terutama dalam konteks program THT.

Baca Juga:  Gaji Bulanan Pensiunan PNS Golongan III dan IV Mulai Februari 2025, Ini Rinciannya!

Disebutkan bahwa iuran untuk THT, menurut data yang ada, hanya berasal dari peserta pemberi kerja, meskipun seharusnya sesuai ketentuan dalam undang-undang BPJS, pemberi kerja memiliki kewajiban untuk menyetorkan iuran sebesar 3,7% dan peserta hanya menyetorkan bagian yang lebih kecil.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa ketidaksesuaian dengan aturan BPJS dapat berdampak pada keberlanjutan dana pensiun.

Di samping itu, para anggota rapat juga mempertanyakan mengenai data aset program-program yang dikelola Taspen.

Disebutkan bahwa aset THT mencapai 138,6 triliun, aset Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar 3 triliun, dan aset Jaminan Kematian (JKM) mencapai 102,7 triliun.

Namun, yang mengejutkan adalah tidak adanya informasi mengenai aset dari program pensiun, padahal iuran dan aset tersebut seharusnya tercatat secara transparan.

“Kok aset dari program pensiun tidak disampaikan? Padahal iurannya sudah diterima dan seharusnya aset tersebut perlu diungkapkan,” ujar salah satu anggota Komisi 11 yang menekankan pentingnya transparansi data demi akuntabilitas pengelolaan dana pensiun.

Isu yang tidak kalah penting dalam rapat tersebut adalah kesiapan pemerintah dalam menjalankan amanat undang-undang terkait.

Mengacu pada Undang-Undang BPJS nomor 24 tahun 2011, khususnya pasal 65 ayat 2, telah ditetapkan bahwa paling lambat tahun 2029, program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun harus dialihkan ke BPJS Tenaga Kerja. Para anggota Komisi 11 mempertanyakan sejauh mana persiapan untuk mengimplementasikan transisi ini.

“Apakah pemerintah sudah mempersiapkan roadmap reformasi pengelolaan program pensiun, mengingat amanat tersebut sudah diberlakukan sejak 2011?” tanya salah seorang anggota rapat.

Pertanyaan ini mengarah pada kekhawatiran bahwa tanpa persiapan matang, pelaksanaan transisi pada tahun 2029 akan semakin sulit dan berpotensi mengganggu keberlanjutan dana pensiun.

Dalam forum tersebut, juga disampaikan bahwa koordinasi antara Dirjen Anggaran dan Kepala BKF sudah dilakukan sejak rapat RDP pada 10 April 2023.

Dalam rapat tersebut telah dimandatkan agar kedua instansi tersebut bekerja sama menyusun roadmap reformasi pengelolaan program pensiun, terutama bagi ASN.

Baca Juga:  Kebijakan Baru MenPAN RB & DPR RI untuk Honorer Untuk Bantu Tenaga Honorer Menuju PPPK!

Namun, hingga saat ini, roadmap tersebut belum disampaikan secara terbuka kepada anggota Komisi 11.

Hal ini semakin memperkuat tuntutan agar pemerintah memberikan kejelasan dan transparansi terkait langkah-langkah reformasi ke depan.

Lebih lanjut, isu harmonisasi program pensiun juga diangkat dalam diskusi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, khususnya pasal 189, pemerintah diwajibkan untuk mengharmonisasikan seluruh program pensiun sebagai upaya peningkatan perlindungan hari tua dan kesejahteraan umum.

“Ini merupakan mandat yang harus segera direalisasikan. Harmonisasi program pensiun sangat penting untuk memastikan perlindungan yang lebih baik bagi para peserta dan menjaga sustainability dana pensiun,” jelas salah satu narasumber dari rapat tersebut.

Di tengah kekhawatiran mengenai keberlanjutan program, terdapat pula pembahasan mengenai skema pembayaran belanja pensiun ASN yang masih berpegang pada undang-undang lama, yakni Undang-Undang Nomor 9 dan Nomor 11 Tahun 1969.

Menurut paparan yang ditayangkan pada slide, pembayaran belanja pensiun ASN dilakukan melalui APBN dengan persentase pembagian sebesar 4,75% untuk program pensiun dan 3,25% untuk THT. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang konsekuensi jangka panjang jika perbandingan antara iuran dan beban klaim tetap tidak seimbang.

“Klaim rasio yang tidak seimbang antara iuran dan beban klaim akan berpengaruh pada sustainability dana yang dikelola oleh Taspen ke depan,” ujar salah satu pejabat yang hadir.

Secara keseluruhan, rapat hari ini berhasil membuka ruang diskusi kritis antara para anggota Komisi 11 dengan pihak pengelola Taspen dan instansi terkait.

Fokus utama rapat adalah untuk menuntut kejelasan data investasi, transparansi aset program pensiun, serta kesiapan pemerintah dalam mengimplementasikan reformasi pengelolaan program pensiun sesuai amanat undang-undang.

Dengan berbagai pertanyaan dan klarifikasi yang telah disampaikan, diharapkan ke depan pemerintah dan lembaga terkait dapat segera mengambil langkah konkrit guna memastikan keberlanjutan dan akuntabilitas pengelolaan dana pensiun demi kesejahteraan seluruh peserta. ***

Follow Bungko News
Follow Bungko News
Berita dan informasi menarik lainnya di Google News untuk update artikel pilihan dan breaking news setiap hari.
Klik Disini
Share: