BUNGKO NEWS — Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan penghentian hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha yang terjadi karena alasan tertentu sehingga mengakhiri hak dan kewajiban kedua belah pihak. Dalam kerangka hukum ketenagakerjaan, PHK tidak hanya berarti pemutusan hubungan secara administratif, tetapi juga mencakup hak-hak kompensasi yang harus diterima pekerja sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Jenis-Jenis PHK
Secara garis besar, PHK dapat dikategorikan menjadi dua jenis:
- PHK Sukarela:
Terjadi atas inisiatif pekerja tanpa adanya paksaan, misalnya:- Pengunduran diri (resign) karena keinginan pribadi.
- Habisnya masa kontrak kerja.
- Tidak lulus masa percobaan.
- Masuk usia pensiun.
- Atau karena meninggal dunia.
- PHK Tidak Sukarela:
Terjadi karena adanya kondisi atau “keharusan” yang dipicu oleh situasi tertentu, antara lain:- Pelanggaran peraturan kerja.
- Ketidakhadiran (mangkir) selama lima hari kerja atau lebih tanpa keterangan resmi.
Alasan Terjadinya PHK Menurut UU Cipta Kerja
UU Cipta Kerja merinci berbagai alasan yang dapat mendasari PHK, antara lain:
- Restrukturisasi Perusahaan:
Misalnya, penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan di mana pekerja menolak melanjutkan hubungan kerja atau sebaliknya, pengusaha tidak mau mempertahankan pekerja. - Efisiensi dan Kerugian:
PHK dapat dilakukan sebagai langkah efisiensi, baik dengan penutupan perusahaan maupun tanpa penutupan, apabila perusahaan mengalami kerugian.- Penutupan perusahaan yang telah mengalami kerugian secara terus menerus selama dua tahun.
- PHK yang timbul karena efisiensi untuk mencegah kerugian lebih lanjut.
- Keadaan Memaksa (Force Majeure):
Kondisi luar biasa yang membuat perusahaan tidak dapat melanjutkan operasional, sehingga terpaksa melakukan PHK. - Permasalahan Keuangan Perusahaan:
Misalnya, perusahaan mengalami penundaan dalam pembayaran utang atau dinyatakan pailit. - Tindakan atau Kelalaian Pekerja:
Seperti pelanggaran berat yang telah diberikan surat peringatan bertahap, mangkir tanpa keterangan resmi, atau tindakan yang dianggap merugikan perusahaan.
Selain itu, jika pekerja mengundurkan diri dengan memenuhi persyaratan tertentu (misalnya pengajuan tertulis 30 hari sebelum pengunduran diri) atau jika terjadi putusan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka hak kompensasi yang diterima pun dapat berbeda.
Kompensasi Saat Terjadi PHK
Dalam setiap proses PHK, pekerja berhak atas beberapa jenis kompensasi, di antaranya:
- Uang Pesangon:
Besaran uang pesangon bergantung pada masa kerja pekerja. Sebagai gambaran:- Masa kerja kurang dari 1 tahun: 1 bulan upah.
- 1 tahun s/d kurang dari 2 tahun: 2 bulan upah.
- 2 tahun s/d kurang dari 3 tahun: 3 bulan upah.
(dan seterusnya, dengan kenaikan hingga 9 bulan upah bagi pekerja dengan masa kerja 8 tahun ke atas).
- Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK):
Besarannya juga didasarkan pada lamanya masa kerja, misalnya:- Pekerja dengan masa kerja antara 3 sampai kurang dari 6 tahun berhak mendapatkan 2 bulan upah.
- Pekerja dengan masa kerja antara 6 sampai kurang dari 9 tahun berhak mendapatkan 3 bulan upah.
(Seterusnya dengan kategori yang telah ditetapkan dalam peraturan).
- Uang Penggantian Hak (UPH):
Meliputi:- Sisa cuti tahunan yang belum diambil.
- Biaya kepulangan pekerja dan keluarga ke daerah asal, sesuai ketentuan.
- Hak-hak lain yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Catatan:
Perhitungan kompensasi tidak hanya berdasarkan gaji pokok, melainkan juga tunjangan tetap yang diterima pekerja. Selain itu, besaran pesangon, UPMK, dan UPH dapat bervariasi tergantung pada alasan terjadinya PHK. Misalnya, perhitungan kompensasi untuk PHK akibat merger atau pengambilalihan perusahaan berbeda dengan PHK yang terjadi karena perusahaan tutup akibat kerugian.
Contoh Perhitungan Pesangon
Sebagai ilustrasi, misalnya seorang pekerja (sebut saja Pekerja A) menerima upah bulanan sebesar Rp7 juta, yang terdiri dari gaji pokok Rp6 juta dan tunjangan makan Rp1 juta. Jika Pekerja A memiliki masa kerja selama 4 tahun 2 bulan dan terkena PHK karena adanya merger perusahaan, maka hak-haknya adalah:
- Pesangon:
Berdasarkan kategori masa kerja, pekerja dengan masa kerja di atas 4 tahun tetapi kurang dari 5 tahun berhak menerima 5 bulan upah.
Perhitungan: Rp7 juta x 5 = Rp35 juta. - UPMK:
Untuk masa kerja antara 3 dan kurang dari 6 tahun, pekerja berhak atas 2 bulan upah.
Perhitungan: Rp7 juta x 2 = Rp14 juta. - UPH:
Sesuai ketentuan yang berlaku dalam perjanjian atau peraturan, komponen UPH dihitung terpisah.
Jadi, total kompensasi yang diterima Pekerja A dalam contoh di atas adalah Rp35 juta (pesangon) dan Rp14 juta (UPMK), ditambah dengan hak-hak lainnya sesuai ketentuan UPH.
Dasar Hukum
Ketentuan mengenai PHK dan perhitungan kompensasinya merujuk kepada beberapa regulasi penting, antara lain:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 yang mengesahkan Perppu Cipta Kerja.
- Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, serta PHK.
- Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023.
Kesimpulan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tidak hanya melibatkan penghentian hubungan kerja secara administratif, tetapi juga menetapkan hak-hak kompensasi yang harus diterima pekerja, seperti uang pesangon, UPMK, dan UPH. Besaran kompensasi tersebut ditentukan berdasarkan masa kerja serta alasan terjadinya PHK, di mana perhitungan mengacu pada ketentuan dalam UU Cipta Kerja dan peraturan pelaksanaannya. Dengan memahami dasar-dasar hukum dan mekanisme perhitungan yang berlaku, baik pengusaha maupun pekerja dapat lebih memahami hak dan kewajiban masing-masing dalam situasi PHK.
Semoga penjelasan di atas memberikan gambaran yang jelas mengenai PHK dan cara perhitungan kompensasinya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. ***