Jumlah total tenaga ASN di Indonesia mencapai 2,3 juta orang.
Tenaga non-ASN yang ada memiliki profil yang sangat beragam, baik dari segi pendidikan (SMA, S1, dan lain-lain) maupun masa kerja.
Faktor-faktor seperti masa kerja dan tingkat pendidikan menjadi pertimbangan utama dalam proses penataan tenaga non-ASN.
Kebijakan pengadaan tahun 2024 dirancang sebagai salah satu solusi untuk menyelesaikan persoalan penataan non-ASN di instansi pemerintah.
Hal ini juga merupakan amanat dari Undang-Undang No. 20, yang menekankan pentingnya penataan tenaga kerja non-ASN agar lebih terstruktur dan efisien.
Proses Penataan Non-ASN
Meskipun upaya penataan telah dilakukan sejak beberapa tahun terakhir (2021-2023), masih terdapat sekitar 1,7 juta tenaga non-ASN yang belum sepenuhnya tertata.
Proses penataan ini memerlukan koordinasi yang intensif antara berbagai instansi pemerintah, termasuk pengalokasian anggaran dan penyediaan formasi yang sesuai.
Peran BKN dan Koordinasi dengan Instansi Lain
BKN berperan penting dalam mengoordinasikan proses penataan non-ASN, bekerja sama dengan instansi terkait seperti Kementerian Pendidikan dan Kementerian Kesehatan.
Hasil dari upaya ini adalah penyusunan formasi PPPK yang mencakup berbagai klaster instansi dengan kebutuhan yang berbeda-beda.
Terdapat beberapa tantangan dalam penataan ini, termasuk disparitas antara jumlah non-ASN yang ada dengan formasi yang diusulkan oleh masing-masing instansi.
Sebagai contoh, beberapa instansi pusat dan daerah mengusulkan formasi yang lebih kecil dari jumlah non-ASN yang ada, sedangkan yang lain mengusulkan formasi yang lebih besar.
Rencana kebijakan tahun 2024 mencakup formasi PPPK yang 100% dialokasikan untuk non-ASN yang terdaftar dalam database BKN.
Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa seluruh tenaga non-ASN yang memenuhi syarat dapat dialokasikan ke dalam formasi PPPK.
Selain itu, formasi CPNS akan dibuka secara umum untuk memberikan kesempatan kepada talenta baru, termasuk talenta digital, untuk bergabung melalui seleksi yang kompetitif.