Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah lembaga desa yang memiliki wewenang melakukan pengawasan penggunaan dana desa.
Beberapa dasar hukum yang menjelaskan peran pengawasan BPD terhadap dana desa adalah :
Pasal 55 UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa yang menyebutkan bahwa fungsi BPD antara lain :
- Membahas dan menyepakati rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa
- Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa
- Melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa
Poin ‘c’ mengenai pengawasan kinerja kepala desa inilah salah satu titik masuk BPD mengawasi penggunaan dana desa.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan UU Desa pada Pasal 48 yang menyebutkan tugas, kewenangan, hak dan kewajibannya kepala desa meliputi :
– Menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa setiap akhir tahun anggaran kepada Bupati/walikota.
– Menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa pada akhir masa jabaran pada bupati/walikota.
– Menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan desa secara tertuis pada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran.
Pada Pasal 51 PP yang sama disebutkan :
– Kepala desa menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 huruf c setiap akhir tahun anggaran kepada Badan Permusyawaratan Desa secara tertulis paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran;
– Laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan desa sebagaiana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat pelaksanaan peraturan desa;
– Laporan keterangan penyelenggaraan pemerintah desa sebagaimana dimaksud dalam yat (1) digunakan Badan Permusyawaratan Desa dalam melaksanakan fungsi pengawasan kinerja kepala desa.
Maka jelas dalam pasal-pasal ini BPD memiliki fungsi pengawasan yang yang harus dilaksanakan. Disisi lain kepala desa pun harus menjalankan aturan sebagaimana diatur sesuai dengan pasal-pasal di atas.
Maka BPD dan warga desa adalah para pengawas desa yang paling efektif. Selain melihat langsung bagaimana program kerja pemerintahan desa berjalan, BPD juga mendapat laporan secara tertulis sehingga bisa melakukan ‘checking and balancing’ antara rencana penganggaran, durasi waktu yang dibutuhkan sebuah proyek dan hasil yang dicapai oleh desa. Apakah sudah sesuai?
Desa memang sedang menjadi sorotan karena besarnya dana yang mereka peroleh. Di satu sisi hal itu adalah peluang besar bagi desa untuk dapat membangun dirinya dalam rangka mensejahterakan warga.
Tetapi di sisi lain masuknya dana yang cukup besar dalam APBDes adalah sebuah tantangan yang tidak ringan bagi Pemerintah Desa, mampukah dana itu dikelola sesuai visi besar pemerintah, yakni membangun kesejahteraan desa?
Oleh karenanya terhadap pengelolaan anggaran tersebut harus diikuti dengan pengawasan oleh masyarakat dan BPD.
Tanpa pengawasan yang jelas, sangat mungkin dana desa tidak akan sesuai peruntukannya sebagaimana telah diatur dalam perundang-undangan.
Kebijakan Kepala Desa bukan serta merta didasarkan atas keinginan dan kepentingan pribadi, melainkan atas dasar prakarsa dan kebutuhan masyarakat yang telah dibahas dan ditetapkan dalam musyawarah desa.
Ingat, peristiwa Pamekasan tidak perlu terjadi lagi di desa-desa lain di wilayah Indonesia.