Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Dolar Kini Rp15.400, Kenapa di RAPBN Prabowo Dipatok Rp16.100?

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, memberikan penjelasan terkait asumsi nilai tukar Rupiah yang dianggap terlalu tinggi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.

Menurutnya, penetapan asumsi ini adalah langkah antisipatif terhadap ketidakpastian kondisi global yang semakin tidak menentu.

“Angka itu mencerminkan sikap antisipatif dan konservatif,” ujar Febrio ketika ditemui di Kompleks Parlemen Senayan pada Rabu, 21 Agustus 2024.

Pemerintah telah menyerahkan dokumen RAPBN 2025 kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dibahas lebih lanjut.

Dalam dokumen tersebut, asumsi nilai tukar Rupiah ditetapkan sebesar Rp 16.100 per Dolar Amerika Serikat (US$).

Angka ini dianggap lebih tinggi dibandingkan dengan kesepakatan awal antara pemerintah dan DPR dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF), yang berkisar antara Rp 15.300 hingga Rp 15.900 per US$.

Menurut Febrio, lembaga yang ia pimpin selalu memantau kondisi global terbaru.

Ia mengungkapkan rasa syukurnya atas banyaknya aliran modal dari luar negeri yang masuk ke Indonesia dalam jangka pendek.

Capital inflow tersebut, menurutnya, telah berkontribusi pada penguatan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat.

“Ini menunjukkan kondisi fiskal Indonesia yang sehat, terutama di saat banyak negara lain mengalami kesulitan akibat gagal menjaga stabilitas fiskal mereka,” kata Febrio. “Dengan banyaknya negara yang mengalami tantangan, Indonesia tetap menjadi salah satu negara yang diminati investor.”

Meski dengan adanya arus modal yang masuk dan penguatan Rupiah, Febrio menekankan bahwa pemerintah harus tetap waspada.

Karena itu, pemerintah memutuskan untuk menetapkan asumsi nilai tukar yang konservatif dalam RAPBN 2025.

“Kami menggunakan horizon yang lebih lengkap untuk mendapatkan asesmen yang lebih akurat,” jelasnya.

Halaman: 1 2
Selanjutnya
Share: