Selain sektor aviasi, Kementerian BUMN juga berencana mengkonsolidasikan perusahaan di sektor logistik.
Rencana ini meliputi penggabungan PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Pos Indonesia, dan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo).
Langkah ini diharapkan dapat menciptakan kekuatan besar di sektor logistik laut, sejalan dengan posisi Indonesia sebagai negara maritim.
Erick menekankan pentingnya kebijakan terpadu antara pelabuhan, pengiriman, dan perusahaan terkait untuk meningkatkan daya saing dan mengurangi ketergantungan pada barang impor.
Dalam upaya mendukung transformasi ini, Kementerian BUMN telah mengajukan anggaran sebesar Rp 277 miliar untuk tahun 2025.
Anggaran ini akan dialokasikan untuk gaji dan tunjangan sebesar Rp 78,42 miliar, operasional kantor Rp 71 miliar, dukungan pembinaan BUMN Rp 47 miliar, serta pengembangan dan pengawasan sebesar Rp 80 miliar.
Erick menyadari bahwa dengan struktur baru yang melibatkan tambahan tiga deputi, diperlukan pendanaan yang memadai untuk memastikan operasional kementerian berjalan lancar.
Selain itu, Kementerian BUMN juga berkomitmen untuk mendorong ekonomi hijau dengan membangun dan mengintegrasikan industri hijau sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang terbarukan.
Erick menyatakan bahwa semua produksi listrik ke depan, baik di pabrik, kawasan industri, maupun perkebunan, harus menggunakan listrik hijau.
Hal ini penting agar produk Indonesia dapat diterima di pasar internasional yang semakin menuntut standar keberlanjutan.
Transformasi digital juga menjadi fokus utama Kementerian BUMN.
Erick menekankan pentingnya migrasi ke sistem digital terpadu untuk memastikan efisiensi dan transparansi dalam berbagai program, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), alat mesin pertanian (alsintan), dan penghapusan buku.
Dengan penerapan teknologi digital, diharapkan data dapat dikelola dengan lebih baik, mengurangi potensi masalah di kemudian hari.
Dalam menjalankan berbagai program tersebut, Kementerian BUMN mendapatkan dukungan penuh dari Komisi VI DPR RI.