Pelaksanaan seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) tahun 2024 telah menjadi topik hangat di kalangan tenaga honorer di seluruh Indonesia.
Namun, di tengah kabar gembira atas janji pengangkatan seluruh honorer menjadi P3K, terdapat berbagai kendala dan harapan yang perlu diperhatikan, terutama dalam konteks pelaksanaannya di berbagai daerah.
Pernyataan dari anggota Komisi 2 DPR RI, Rini Widyastuti, yang menegaskan bahwa seluruh honorer pasti akan diangkat menjadi P3K memberikan harapan baru bagi ribuan tenaga honorer di Indonesia.
Namun, realitas di lapangan tidak selalu seindah janji, terutama di provinsi-provinsi seperti Jambi.
Kendala pertama yang dihadapi adalah terkait dengan alokasi formasi.
Meskipun pemerintah Provinsi Jambi telah mengajukan kebutuhan sebanyak 1536 formasi, jumlah ini masih jauh dari memadai untuk menampung ribuan tenaga honorer yang telah terdata, baik oleh BKN maupun Dapodik.
Ironisnya, jumlah formasi yang diajukan jauh di bawah jumlah kebutuhan yang sebenarnya, menyisakan ratusan tenaga honorer yang belum terakomodasi.
Kendala lainnya adalah terkait dengan komunikasi antara pemerintah daerah dan tenaga honorer.
Meskipun permintaan audiensi dan pendekatan telah dilakukan, respon yang diberikan masih minim.
Hal ini menciptakan ketidakpastian dan kekecewaan di kalangan tenaga honorer, terutama yang sudah lama menanti pengangkatan menjadi P3K.
Selain itu, masih terdapat ketidakjelasan terkait dengan rincian gaji dan status P3K paruh waktu.