Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Larangan bagi Perangkat Desa dalam Berpolitik

UU Desa melarang perangkat kepala desa menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya. Serta ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.

Klaim sepihak Surta Wijaya dengan mengatasnamakan gerbong Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) mendukung perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo tiga periode mendapat sanggahan dari beberapa kalangan. Seperti APDESI pimpinan Arifin Abdul Majid. Dukungan terhadap perpanjangan masa jabatan presiden menjadi bagian dari kampanye berpolitik.  Karenanya tak dapat dibenarkan aturan perangkat desa cawe-cawe dalam politik.

“APDESI yang selenggarakan Silaturahmi Nasional (Silatnas) pada beberapa waktu yang lalu (Selasa, 29/3/2022, red) dengan Ketua Umum Surta Wijaya, nama ormasnya DPP APDESI. Tidak berbadan hukum,” ujar Ketua Umum APDESI Arifin Abdul Majid ketika menyambangi kediaman Ketua DPD AA LaNyalla Mahmud Mattalitti di Jakarta.

Arifin menerangkan asosiasi yang dipimpinnya merupakan organisasi yang berbadan hukum tercatat di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) sejak 2016. Sudah mengantongi surat keputusan (SK) pengesahan dari Menkumham No. AHU-0001295-AH.01.08 Tahun 2021 tentang Perubahan Perkumpulan APDESI dengan Ketua Umum Arifin Abdul Majid dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Muksalmina.

Berbeda halnya dengan APDESI yang diklaim pimpinan Surta Wijaya. Menurut Arifin, APDESI pimpinan Surta Wijaya hanya mengantongi Surat Keterangan Terdaftar (SKT) di Direktorat Jenderal (Dirjen) Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Menjadi janggal, kata Arifin, SKT terbit sehari sebelum digelarnya acara Silatnas yang digelar di Istora Senayan pekan lalu.

Dia menilai sebagai asosiasi perangkat pemerintah desa, semestinya dilarang berpolitik, apalagi organisasi APDESI digunakan sebagai kendaraan politik mendukung salah satu calon pimpinan nasional. Dia menentang keras APDESI digunakan menggiring opini seolah seluruh kepala desa mendukung perpanjangan masa jabatan presiden. Padahal langkah tersebut bertentangan dengan Pasal 51 UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa.

Misalnya, Pasal 51 huruf c UU Desa menyebutkan perangkat desa dilarang: menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya. Sedangkan huruf j menyebutkan perangkat desa dilarang:   “ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.”

“Jelas diatur bahwa Kepala Desa dan perangkat desa dilarang berpolitik,” ujarnya.

Arifin sadar betul perpanjangan masa jabatan presiden bertentangan dengan konstitusi. Makanya APDESI yang dipimpinnya menolak keras wacana perpanjangan masa jabatan yang disodorkan sejumlah elit partai. Karenanya, cawe-cawe-nya oknum APDESI yang ikut mendukung wacana tersebut menjadi bagian dari pelanggaran konstitusi dan UU 6/2014. Dia menilai penggiringan opini yang dilakukan oknum mengatasnamanakan APDESI bentuk pembohongan dan pembodohan publik.

Sekjen APDESI, Muksalmina menilai adanya upaya memanipulasi nama APDESI dalam memobilisasi kepala desa untuk dilibatkan dalam politik praktis. Dia menyayangkan pemerintah malah mendukung keberadaan APDESI yang tidak mengantongi SK Menkumham dan berbadan hukum.

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menilai adanya oknum yang mengatasnamakan APDESI mendukung wacana jabatan presiden tiga periode bentuk pelanggaran konstitusi dan UU 6/2014.

Kepala Desa, kata LaNyalla, merupakan pejabat pemerintahan terkecil. Karenanya saat dilantik disumpah seperti halnya pejabat pemerintahan lainnya yakni sumpah atas nama Tuhan, serta patuh dalam menjalankan konstitusi dan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Sementara dukungan oknum yang mengatasnamakan APDESI secara sengaja melanggar sumpah jabatan dan melanggar konstitusi.

Senator asal Jawa Timur itu menegaskan DPD mengakui APDESI yang berbadan hukum. DPD telah menjalin komunikasi dengan APDESI setelah rampung menggelar Musyawarah Nasional (Munas) 19 Agustus 2021 lalu. Selain itu, dalam rangka mengetahui sebab munculnya pelanggaran terhadap UU 6/2014 dan konstitusi, DPD bakal menggunakan hak lembaga dalam mengawasi pelaksanaan UU.

Share:

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.