Dua raksasa teknologi global, Microsoft dan Google, mengalami kemerosotan dalam bisnis kecerdasan buatan (AI) mereka. Akibatnya, harga saham perusahaan-perusahaan teknologi terkait AI rontok berjamaah. Kapitalisasi pasar perusahaan-perusahaan terkait AI, secara total, lenyap US$ 190 miliar (lebih dari Rp 3.000 triliun) pada Selasa sore.
Menurut Reuters, investor ramai-ramai menjual saham perusahaan-perusahaan tersebut karena kinerja bisnis AI raksasa teknologi seperti Microsoft dan Alphabet (induk usaha Google) di bawah ekspektasi. Sebelumnya, para investor padahal rajin mengoleksi saham-saham perusahaan terkait AI sehingga harga sahamnya memuncak.
Investor di pasar saham memang berharap banyak dari teknologi AI, terutama dari dampak penerapannya ke layanan mereka ke korporasi besar. Namun, ternyata perkembangan AI tidak secepat yang diharapkan, dan bahkan menimbulkan beberapa masalah, seperti etika, privasi, dan keamanan data.
Salah satu contoh yang mengecewakan adalah ChatGPT, produk AI dari OpenAI yang didukung oleh Microsoft. ChatGPT adalah model bahasa besar (large language model) yang dapat menghasilkan teks yang koheren dan relevan dengan berbagai topik. Namun, ChatGPT juga dikritik karena sering menghasilkan teks yang tidak akurat, tidak etis, atau bahkan berbahaya.
Sementara itu, Google juga menghadapi tantangan dalam bisnis AI mereka. Google telah menginvestasikan US$ 300 juta (Rp 4,4 triliun) di Anthropic, sebuah perusahaan AI baru yang didirikan oleh mantan karyawan OpenAI. Anthropic bertujuan untuk menciptakan kecerdasan umum buatan (artificial general intelligence) yang dapat melampaui kecerdasan manusia. Namun, proyek ini masih sangat spekulatif dan berisiko, dan belum menunjukkan hasil yang nyata.
Dengan kinerja bisnis AI yang kurang baik, Microsoft dan Google harus berjuang untuk mempertahankan posisi mereka di industri teknologi. Mereka juga harus menghadapi persaingan dari perusahaan-perusahaan lain yang juga berinvestasi dalam AI, seperti Amazon, Facebook, dan Apple.
Apakah mereka dapat mengatasi krisis ini dan mengembalikan kepercayaan investor? Hanya waktu yang dapat menjawab. ***