Pendidikan dasar dan menengah menjadi kewenangan daerah, sedangkan pendidikan keagamaan seperti madrasah berada di bawah Kementerian Agama.
Oleh karena itu, diperlukan koordinasi yang baik antara kementerian dan lembaga terkait untuk memastikan implementasi kebijakan yang efektif dan seragam.
Tanggapan dari Organisasi Keagamaan
Menanggapi wacana libur sekolah selama Ramadan, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ahmad Suaedy, menyatakan bahwa pihaknya belum dapat memberikan tanggapan terkait kebijakan tersebut.
Ia menjelaskan bahwa topik mengenai libur sekolah selama Ramadan akan dibahas dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar yang dijadwalkan pada 5-7 Februari 2025.
Sementara itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menekankan pentingnya penguatan pendidikan karakter selama bulan Ramadan.
Ia menyarankan agar libur sekolah, seberapa pun lamanya, digunakan untuk membina budi pekerti dan meningkatkan pemahaman keagamaan siswa.
Pro dan Kontra di Masyarakat
Wacana libur sekolah selama bulan suci Ramadan menimbulkan beragam reaksi di masyarakat.
Sebagian pihak menyambut baik kebijakan ini karena dianggap memberikan kesempatan bagi siswa untuk lebih fokus beribadah dan mendalami ajaran agama.
Namun, ada juga yang khawatir bahwa libur panjang dapat mengganggu proses belajar-mengajar dan menurunkan kualitas pendidikan.
Oleh karena itu, pemerintah diharapkan dapat mempertimbangkan berbagai masukan dari masyarakat sebelum mengambil keputusan final.
Masyarakat saat ini menantikan pengumuman resmi dari pemerintah terkait skema libur sekolah selama Ramadan 2025.
Diharapkan, dengan adanya SE bersama yang akan diterbitkan, terdapat kejelasan dan keseragaman dalam pelaksanaan kebijakan ini di seluruh Indonesia.
Pemerintah juga diharapkan dapat mensosialisasikan keputusan ini dengan baik kepada seluruh pemangku kepentingan, termasuk orang tua, guru, dan siswa, agar implementasinya dapat berjalan lancar dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
