Jika anggaran difokuskan pada subsidi langsung, misalnya memberikan Rp10 juta per mahasiswa untuk 5 juta mahasiswa, langkah ini dianggap mampu meringankan beban keluarga menengah ke bawah.
Namun, pendekatan ini memerlukan pengelolaan anggaran yang lebih fleksibel dan pengurangan alokasi pembiayaan tidak langsung yang dinilai kurang optimal.
Guru Non-ASN dan Tunjangan: Perhatian yang Kurang?
Selain itu, masalah sertifikasi dan tunjangan guru non-ASN juga menjadi sorotan.
Saat ini, pemerintah mengalokasikan tunjangan profesi guru (TPG) untuk tenaga pendidik yang sudah tersertifikasi, termasuk yang berstatus non-ASN.
Namun, proses sertifikasi ini dinilai masih lambat dan tidak merata, sehingga banyak guru non-ASN yang belum menikmati tunjangan tersebut.
Langkah Ke Depan
Untuk mencapai target 20% anggaran pendidikan yang benar-benar bermanfaat, pemerintah perlu mengambil langkah strategis:
- Optimalisasi Anggaran: Mengurangi pengalokasian dana ke pembiayaan tidak langsung dan meningkatkan belanja langsung untuk subsidi pendidikan.
- Pendidikan Gratis: Menentukan batas layanan pendidikan gratis yang bisa diwujudkan secara nasional, seperti hingga SMA atau subsidi lebih besar untuk perguruan tinggi.
- Peningkatan SDM Guru: Mempercepat proses sertifikasi dan memberikan insentif lebih kepada tenaga pendidik non-ASN.
- Evaluasi Program: Melibatkan lembaga independen untuk mengevaluasi efektivitas penggunaan anggaran pendidikan setiap tahun.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden juga disebut memiliki perhatian besar terhadap sektor pendidikan, termasuk gizi anak-anak dan infrastruktur sekolah.
Namun, tanpa strategi konkret yang menempatkan kebutuhan pendidikan sebagai prioritas utama, sulit bagi Indonesia untuk membangun SDM berkualitas sesuai dengan visi nasional.
Pemerintah diharapkan mampu menjawab tantangan ini dengan kebijakan yang lebih inklusif, efektif, dan sesuai amanat konstitusi.
Sebab, di balik setiap angka dalam APBN, ada masa depan generasi muda yang menunggu perhatian nyata. ***