Resmi! Hasil Rapat Pensiunan & DPR Sepakat Skema Pesangon Dipercepat, Daripada di Korupsi Taspen
Polemik tentang pengelolaan dana pensiun Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi perbincangan hangat akhir-akhir ini.
Dengan total anggaran negara yang mencapai Rp2.800 triliun, pengelolaan dana pensiun menjadi salah satu elemen penting dalam sistem keuangan nasional.
Skema dana pensiun tidak hanya memengaruhi kehidupan para pensiunan PNS tetapi juga berdampak pada ekonomi secara keseluruhan.
Saat ini, sistem pembiayaan pensiun PNS menggunakan skema PS Yugo (Pay As You Go).
Metode ini memungkinkan manfaat pensiun yang jatuh tempo dibiayai dari dana yang dikumpulkan selama program berlangsung, yang bersumber dari anggaran negara atau kontribusi PNS aktif.
Skema ini memberikan fleksibilitas dalam pembiayaan tetapi juga membawa risiko ketika penerimaan negara menurun.
Di sisi lain, pemerintah mewacanakan perubahan menuju metode Full Funding.
Dalam skema ini, dana pensiun dibayarkan dari iuran bersama antara PNS aktif dan pemerintah sebagai pemberi kerja.
Metode ini diklaim lebih berkelanjutan karena setiap manfaat pensiun telah direncanakan dan diangsur selama masa kerja PNS.
Namun, kedua skema ini memiliki tantangan masing-masing.
Metode PS Yugo dianggap membebani anggaran negara jika tidak dikelola dengan baik, sedangkan metode Full Funding membutuhkan perubahan signifikan dalam sistem pengelolaan keuangan.
Menariknya, anggaran pensiun tidak hanya berdampak pada kesejahteraan pensiunan tetapi juga pada ekonomi nasional.
Setiap pensiunan yang menerima tunjangan Rp3–5 juta per bulan akan membelanjakan uangnya untuk kebutuhan pokok.
Belanja ini menciptakan efek domino yang mendorong sektor riil, termasuk perdagangan dan jasa.
Mantan PNS yang menerima tunjangan bulanan pada dasarnya menjadi salah satu penggerak ekonomi di daerah tempat tinggal mereka.
Sehingga, dana pensiun tidak dapat dianggap sebagai beban negara sepenuhnya, tetapi juga sebagai stimulus ekonomi.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 yang diperbarui menjadi PP Nomor 20 Tahun 2013, PNS diwajibkan membayar iuran sebesar 8% dari penghasilan per bulan.
Dana yang terkumpul dikelola oleh lembaga dana pensiun yang ditunjuk pemerintah, seperti Taspen.
Dana ini akan dikembalikan kepada PNS dalam bentuk tunjangan pensiun atau Jaminan Hari Tua (JHT).
Namun, pengelolaan dana pensiun sering menjadi sorotan. Tata kelola yang kurang optimal berpotensi mengurangi manfaat yang diterima oleh pensiunan.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa dana tersebut dikelola dengan transparan dan profesional.
Selain fokus pada pengelolaan dana pensiun, pemerintah juga dihadapkan pada tantangan pengentasan kemiskinan ekstrem di beberapa provinsi, seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jakarta.
Skala prioritas ini membutuhkan anggaran besar, sehingga efisiensi dalam pengelolaan dana pensiun menjadi lebih penting.