Wacana ini juga mendapat perhatian dari berbagai pihak lainnya. Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, menyatakan dukungannya terhadap rencana ini.
Ia menekankan bahwa pendidikan dapat berlangsung di tiga tempat: sekolah, rumah, dan masyarakat.
Dengan demikian, libur selama Ramadan tidak berarti anak-anak berhenti belajar, tetapi mereka dapat memperoleh pendidikan dari orang tua dan lingkungan sekitar.
Namun, wacana ini juga menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.
Beberapa pihak khawatir bahwa libur selama sebulan penuh dapat mengganggu proses belajar-mengajar dan kurikulum yang telah ditetapkan.
Oleh karena itu, diperlukan kajian mendalam dan panduan yang jelas dari Kementerian Agama dan pihak sekolah agar program ini dapat berjalan dengan baik dan memberikan manfaat optimal bagi siswa, orang tua, dan masyarakat.
Secara keseluruhan, wacana meliburkan sekolah selama bulan Ramadan 2025 mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan, dengan catatan bahwa pendidikan tetap berlangsung melalui peran aktif keluarga dan masyarakat.
Implementasi yang tepat dan terarah diharapkan dapat memberikan pengalaman belajar yang berbeda dan bermakna bagi anak-anak selama bulan suci Ramadan. ***