Halo teman-teman semua! Ada kabar menarik yang perlu kita simak bersama mengenai nasib tenaga honorer di Indonesia.
Pada 17 September 2024, terjadi peristiwa penting yang menyangkut nasib 2,3 juta tenaga honorer.
Pasal 66 Undang-Undang ASN No. 20 Tahun 2023 digugat ke Mahkamah Konstitusi.
Gugatan ini bisa menjadi titik balik untuk tenaga honorer, apakah membawa perbaikan atau malah mengancam?
Apa Itu Pasal 66 UU ASN?
Pasal 66 UU ASN ini mengatur tentang penataan pegawai non-ASN, termasuk tenaga honorer.
Isinya mengamanatkan agar semua urusan pegawai non-ASN selesai paling lambat Desember 2024.
Artinya, jika aturan ini diberlakukan secara ketat, jutaan tenaga honorer terancam pemberhentian jika status mereka tidak berubah menjadi ASN atau P3K.
Dalam gugatan yang diajukan oleh seorang guru honorer bernama Diski, yang mengajar di salah satu SMP di Jakarta Barat, ia merasa pemberlakuan Pasal 66 akan merugikan hak-haknya sebagai tenaga honorer.
Diski sudah mengajar selama empat tahun, tetapi ia merasa proses administrasi yang rumit membuatnya tidak bisa ikut seleksi P3K di tahun 2022 dan 2023.
Jika hingga Desember 2024 ia belum berstatus ASN atau P3K, ia bisa diberhentikan.
Gugatan Pasal 66 di Mahkamah Konstitusi
Victor Santoso Tandiasa, kuasa hukum dari Diski, membawa perkara ini ke Mahkamah Konstitusi untuk melakukan uji materi terhadap Pasal 66 UU ASN.
Dalam sidang pendahuluan yang berlangsung pada 17 September 2024, Victor menyampaikan bahwa pemberlakuan pasal ini dapat merugikan tenaga honorer seperti Diski.
Hal ini karena penataan yang dimaksud dalam pasal tersebut tidak secara otomatis mengangkat pegawai non-ASN menjadi ASN.
Victor menjelaskan, berdasarkan data dari KemenPAN-RB, ada 2,3 juta tenaga honorer di Indonesia, di mana 31.524 di antaranya adalah guru honorer.
Artinya, dampak dari pemberlakuan pasal ini sangat luas.
Jika tenaga honorer gagal melewati proses verifikasi dan validasi, mereka bisa kehilangan pekerjaan.