Kabar baik tengah menyelimuti dunia pendidikan Indonesia.
Pemerintah, melalui Kementerian Keuangan dan Kementerian Pendidikan, telah memaparkan rencana tambahan penghasilan sebesar Rp2 juta untuk guru honorer tanpa terkecuali.
Langkah ini disebut-sebut sebagai angin segar bagi tenaga pengajar yang selama ini berjuang dengan kesejahteraan terbatas.
Namun, bagaimana implementasi kebijakan ini ke depannya?
Akankah janji ini menjadi solusi nyata atau sekadar wacana? Berikut penjelasannya.
Peta Jalan Pendidikan 2024–2045: Langkah Menuju Perubahan?
Dalam peta jalan pendidikan yang diluncurkan hingga 2045, pemerintah menargetkan reformasi di berbagai sektor pendidikan, termasuk tata kelola guru.
Salah satu isu utama yang diangkat adalah kesejahteraan guru, terutama bagi mereka yang berstatus honorer atau non-aparatur sipil negara (ASN).
Pada acara dengar pendapat publik di Bandung, seorang perwakilan dari Bapenas menyebutkan, “Tambahan penghasilan ini bukan sekadar janji politik, tetapi sudah mulai dihitung secara rinci anggarannya.”
Penekanan pada guru honorer menjadi prioritas, mengingat mereka adalah tulang punggung pendidikan di banyak wilayah terpencil.
Janji Rp2 Juta untuk Guru Honorer: Realistis atau Tantangan?
Sejak dilantiknya Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, wacana tambahan penghasilan guru terus menjadi sorotan.
Dalam beberapa pertemuan resmi, Menteri Mu’ti menyebutkan bahwa langkah ini adalah bagian dari janji politik yang diusung oleh Presiden Prabowo Subianto dan timnya.
Dalam “Asta Cita”-nya, Prabowo telah menegaskan komitmen untuk menetapkan upah minimum bagi guru honorer, yang selama ini belum memiliki standar yang jelas.
Meski begitu, kebijakan ini juga menimbulkan tantangan.
Pendanaan menjadi salah satu kendala utama, mengingat jumlah guru honorer di Indonesia yang mencapai ratusan ribu orang.