Indonesia kini memasuki babak baru dalam pengelolaan data sosial-ekonomi dengan hadirnya kebijakan data tunggal yang dijadikan acuan utama oleh pemerintah.
Kebijakan ini mulai diberlakukan di era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, yang memutuskan untuk mengikis sistem data sosial yang lama, seperti DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) dan BDT (Basis Data Terpadu), yang sebelumnya digunakan untuk penyaluran bantuan sosial.
Sistem baru ini diharapkan akan membawa perubahan signifikan dalam ketepatan penyaluran bantuan sosial dan meningkatkan efektivitas program-program kesejahteraan sosial.
Pada awal Februari 2025, Presiden Prabowo menandatangani sebuah Instruksi Presiden yang resmi mengesahkan data tunggal sebagai basis utama untuk segala bentuk bantuan sosial.
Dengan adanya kebijakan ini, masyarakat yang berhak menerima bantuan sosial akan terdata dalam satu sistem yang lebih transparan dan terpusat.
Hal ini bertujuan untuk mengurangi tumpang tindih data dan memastikan bantuan sosial tepat sasaran.
Data tunggal ini akan mengintegrasikan berbagai jenis data sosial-ekonomi masyarakat Indonesia, mulai dari informasi keluarga penerima manfaat (KPM) hingga status pekerjaan anggota keluarga.
Salah satu perubahan penting yang ditawarkan oleh kebijakan ini adalah tidak adanya lagi penggunaan berbagai jenis data seperti P3K BKKBN atau data DTKS yang seringkali memiliki ketidaksesuaian dalam proses verifikasi penerima manfaat.
Sebagai contoh, individu yang sudah memiliki pekerjaan dengan penghasilan di atas upah minimum regional (UMR), atau yang terdaftar dalam program BPJS Ketenagakerjaan, tidak lagi berhak menerima bantuan sosial.
Selain itu, perubahan sistem ini juga akan mempermudah proses evaluasi penerima manfaat di setiap tahap.
Pemerintah berharap dengan data yang lebih terintegrasi, mereka dapat memonitor lebih baik siapa saja yang memang benar-benar membutuhkan bantuan dan siapa yang sudah tidak memenuhi syarat lagi.
Sebagai contoh, bagi anggota keluarga yang sudah bekerja sebagai ASN, TNI, Polri, atau pegawai BUMN, mereka akan dicoret dari daftar penerima bantuan.
Dengan penerapan data tunggal, pendamping sosial di setiap wilayah diharapkan lebih aktif dalam memantau dan melaporkan jika ada data yang tidak akurat.
Para pendamping juga akan terus berkoordinasi dengan masyarakat dan memastikan bahwa keluarga yang berhak menerima bantuan tidak terkendala oleh miskomunikasi atau kesalahan administratif.
Selanjutnya, seiring dengan penerapan data tunggal, pemerintah juga telah memulai pencairan berbagai jenis bantuan sosial, yang menjelang Ramadan 2025 ini menjadi sangat penting bagi banyak keluarga penerima manfaat.