Pendidikan adalah pilar utama dalam menciptakan generasi unggul.
Namun, upaya pemerintah untuk memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945 terkait alokasi 20% anggaran pendidikan masih menyisakan pertanyaan besar.
Dalam rapat bersama Komisi XI DPR, sejumlah persoalan terkait penggunaan anggaran ini kembali mencuat.
Apakah alokasi 20% ini benar-benar terealisasi sesuai kebutuhan, atau hanya terpenuhi secara administratif?
Polemik Realisasi Anggaran
Dalam forum tersebut, pemerintah mengungkap bahwa sebagian besar anggaran pendidikan dialokasikan melalui berbagai saluran, seperti transfer ke daerah untuk BOS (Biaya Operasional Sekolah), tunjangan tenaga pendidikan, hingga beasiswa melalui kementerian terkait.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan masih adanya celah besar antara kebutuhan dan dana yang tersedia.
Sejumlah anggota DPR menyoroti pengalokasian dana di bawah mekanisme pembiayaan atau below the line.
Salah satu contohnya adalah anggaran untuk penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang batal dilaksanakan, karena akan meningkatkan beban utang negara.
Padahal, menurut kritik yang disampaikan, dana ini bisa langsung dialokasikan untuk subsidi pendidikan, seperti meringankan Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa yang terus menjadi beban.
Tantangan Pemerintah
Kementerian Keuangan menjelaskan bahwa penggunaan anggaran pendidikan telah mencakup berbagai kebutuhan.
Mulai dari tunjangan profesi guru, baik untuk ASN maupun non-ASN, hingga dana abadi pendidikan melalui LPDP.
Namun, masalah mendasar tetap ada: masih adanya kesenjangan antara kebutuhan pendidikan yang ideal dan anggaran yang dialokasikan.
Sebagai gambaran, jika kebutuhan pendidikan nasional mencapai Rp1.500 triliun, maka 20% dari APBN (sekitar Rp600 triliun) jelas belum cukup untuk memenuhi standar pelayanan pendidikan yang layak, apalagi jika ingin menyediakan pendidikan gratis hingga SMA dan subsidi besar untuk perguruan tinggi.
Pendidikan Gratis: Mungkinkah?
Salah satu usulan menarik yang muncul adalah model pendidikan gratis hingga tingkat tertentu.
Saat ini, pemerintah telah menggratiskan biaya pendidikan hingga SMP, namun untuk SMA hanya mencapai 50%, dan perguruan tinggi mendapatkan subsidi terbatas.
Pertanyaan pun muncul: bagaimana strategi pemerintah untuk memastikan akses pendidikan yang lebih luas dan merata?