Sejak pertengahan bulan September yang lalu, media social dan semua netizen sepertinya dibuat panik dan was-was untuk menghadapi tahun 2023 mendatang. Pasalnya dikarenakan ekonomi hampir di seluruh negara maju sekarang ini memang lagi di titik terendahnya, dan hal ini pula yang membawakan keyakinan bahwa Indonesia pun tahun depan akan semakin jelas terkena dampak melalui resesi ekonomi.
Sebelum lebih jauh, resesi itu apa sih?
Terlansir di laman CNBC, resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi signifikan yang dapat berlangsung dalam waktu stagnan dan lama (hingga bertahun-tahun) dan dampak akhirnya daya beli di negara / wilayah tersebut menurun sangat drastis akibat banyaknya penurunan keuntungan individual / badan ekonomi. Seperti yang dapat kita lihat belakangan ini ya teman-teman, bahwa banyak sekali gelombang PHK di perusahan-perusahaan dengan nama yang sudah sangat besar.
Bukan hanya isu semakin banyaknya gelombang PHK dan turunnya laba usaha akibat daya beli yang turun, permasalah lainnya yang membuat warga perkotaan bingung adalah bagaimana pengolahan dan metode penyimpanan/investasi yang baik saat berlangsungnya resesi dalam durasi cukup lama. Tampaknya pun resesi ini semakin menjadi momok yang menakutkan dengan semakin tak terlepasnya kita dari informasi yang ada di semua platform social media. Lalu bagaimanakah dengan warga-warga di desa dengan keseharian bertani / berternak / berdagang dan lain sebagainya di sektor produksi? Apakah yang harus diwaspadai dan dipersiapkan menjelang resesi?
Sebenarnya di tahun 2020 pun kita jelas-jelas sudah melalui yang namanya resesi, hanya saja media kala itu lebih berfokus terhadap pandemi COVID-19 yang lebih krusial karena selalu bersinggungan dengan nyawa penduduk setiap harinya. Bagaimana keadaan ekonomi saat itu? Tentunya #temanberdesa ada yang terasa dampaknya, dan ada yang merasa tidak adanya hal-hal signifikan yang berubah dalam keungannya kan?
Hal ini terjadi karena perekonomian di kota serta di desa memang nyatanya berbeda karena beberapa hal. Data Badan Pusat Statistik (BPS) kuartal II/2020 mengonfirmasi gejala tersebut. Manufaktur dan perdagangan (perkotaan) contohnya, dua sektor utama penopang perekonomian masing-masing tercatat minus 6,19 persen dan minus 7,57 persen.
Sebaliknya, pertanian (desa) yang kurang banyak diperhatikan pemerintah, mampu tumbuh positif di angka 2,19 persen. Kontribusi pertanian ke produk domestik bruto (PDB) juga melesat dari 13,57 persen menjadi 15,46 persen year on year. Berdasarkan hal itu pertanian menjadi salah satu sektor yang mampu bertahan dari berbagai krisis. Tahun 1998, misalnya, saat semua sektor rontok akibat krisis, pertanian masih bisa tumbuh 0,26 persen. Kondisi serupa terjadi pada 2008, bahkan pada tahun ini sektor pertanian mampu tumbuh 4,8 persen.
Tidak ada salahnya tetap mempersiapkan kondisi ekonomi kita dengan bijak mengingat adanya ancaman resesi ini, tetapi #temanberdesa jangan terlalu takut dengan segala info dari media yang beredar bahwa 2023 akan menjadi segelap itu ya!