Dalam rapat kerja bersama Menko Perekonomian, Menteri Sosial, dan anggota Badan Anggaran (Banggar), perhatian besar diberikan pada penggunaan Regsosek sebagai data acuan tunggal untuk program perlindungan sosial.
Sejumlah anggota dewan menyampaikan kekhawatiran terkait penyesuaian data ini dengan Undang-Undang Penanganan Kemiskinan yang saat ini mengacu pada DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial).
Sorotan Utama:
1. Perbedaan Regsosek dan DTKS:
Regsosek, yang dimulai pada tahun 2022, diproyeksikan menjadi basis data utama untuk berbagai program sosial, menggantikan DTKS.
Namun, undang-undang saat ini menetapkan DTKS sebagai referensi utama untuk penanganan fakir miskin.
Anggota dewan menekankan pentingnya landasan hukum yang jelas sebelum implementasi penuh Regsosek.
2. Keuntungan Regsosek:
Menko Perekonomian menegaskan bahwa Regsosek akan lebih canggih dibandingkan DTKS, dengan fitur seperti penggunaan sidik jari atau retina mata untuk meminimalisir kesalahan data (exclusion dan inclusion error).
Ini dianggap penting mengingat DTKS saat ini memiliki kesalahan data hampir 30% setiap tahunnya.
3. Tantangan Implementasi:
Anggota dewan juga mempertanyakan dinamika pembaruan data pada Regsosek.
Jika DTKS mampu melakukan perubahan data setiap bulan berdasarkan kondisi terbaru, maka Regsosek harus menunjukkan fleksibilitas serupa untuk tetap relevan dan akurat.
Respon Pemerintah:
Komitmen Menko Perekonomian:
Menko Perekonomian berjanji bahwa Regsosek akan diimplementasikan dengan teknologi yang lebih maju, dan pemerintah berencana untuk memberikan landasan hukum yang memadai.
Dukungan dari berbagai kementerian dan lembaga terkait diharapkan dapat memastikan kelancaran transisi ini.