Dalam bayang-bayang kemajuan dan kesejahteraan yang dijanjikan oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, muncul suara-suara yang menuntut perubahan. Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (DPP APDESI) telah mengeluarkan rekomendasi yang kontroversial, memicu debat sengit di antara para pemangku kepentingan.
Mengapa Revisi? UU Desa, yang seharusnya menjadi tonggak pemberdayaan masyarakat desa, belum sepenuhnya diimplementasikan.
Namun, DPP APDESI menyerukan revisi yang akan memperpanjang periode jabatan kepala desa menjadi sembilan tahun dengan maksimal dua periode.
Tuntutan ini menimbulkan pertanyaan: atas dasar apa keputusan ini dibuat?
Suara Masyarakat Desa Jika DPP APDESI benar-benar mendengarkan suara masyarakat desa, mereka akan menemukan ketidakpuasan terhadap periodesasi enam tahun saat ini. Masyarakat desa menginginkan pemimpin yang dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka, bukan sekadar perpanjangan masa jabatan tanpa peningkatan nyata.
Isi Rekomendasi Audiensi: Perlu Ditinjau Kembali Rekomendasi audiensi DPP APDESI menunjukkan beberapa poin yang memerlukan evaluasi lebih lanjut:
- Pelaksanaan Pilkades yang tidak terpengaruh oleh Pemilu serentak 2024.
- Penegasan juknis BOP pemerintah desa sebesar 3% untuk tambahan kinerja kepala desa.
- Masuknya RUU perubahan atas UU Desa ke dalam Prolegnas 2023.
- Masa jabatan perangkat desa yang disamakan dengan kepala desa.
- Periode jabatan kepala desa selama sembilan tahun.
- Kepala desa yang mencalonkan diri sebagai anggota DPR cukup dengan cuti.
- Dana tambahan dari Kementerian untuk percepatan pembangunan desa.
- Pelaksanaan Diklat oleh DPP APDESI.
- Penggunaan stempel desa berlambang Burung Garuda.
- Rekomendasi Mendagri untuk pendidikan lanjutan perangkat desa.
- Penghargaan/pensiun bagi kepala desa yang telah berakhir masa jabatannya.
Menolak Revisi UU Desa Sebagai pengawal implementasi UU Desa, saya menolak keras revisi yang diusulkan.
UU Desa hadir bukan untuk mensejahterakan segelintir oknum, melainkan untuk kesejahteraan masyarakat desa secara keseluruhan. Kita harus bergerak sebelum revisi UU Desa benar-benar disahkan.
Artikel ini mencoba menangkap esensi dari keberatan Anda terhadap rekomendasi DPP APDESI dan menyoroti pentingnya mendengarkan suara masyarakat desa dalam setiap keputusan yang berkaitan dengan UU Desa. Semoga ini membantu Anda dalam menyuarakan pendapat Anda lebih lanjut.