Masyarakat Indonesia dihebohkan dengan penurunan besaran Tunjangan Hari Raya (THR) yang diterima pada tahun ini.
Perubahan tersebut tidak berkaitan dengan pengurangan nominal THR dari pemberi kerja, melainkan akibat dari penerapan skema baru dalam perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.
Mulai 1 Januari 2024, skema tersebut menggunakan tarif efektif rata-rata (TER), menyebabkan kebingungan dan ketidakpuasan di kalangan pekerja.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Dwi Astuti, menjelaskan bahwa penurunan besaran THR ini terjadi karena jumlah pajak yang dipotong pada bulan diterimanya THR menjadi lebih besar dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.
Hal ini disebabkan oleh penambahan komponen penghasilan dari THR yang diterima oleh para pegawai.
Dwi Astuti menegaskan bahwa meskipun ada perubahan dalam metode penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan TER, hal tersebut tidak menambah beban pajak yang harus ditanggung oleh wajib pajak.
Menurutnya, TER diterapkan untuk mempermudah penghitungan PPh Pasal 21 selama periode Januari hingga November.
Namun, pada bulan Desember, pemberi kerja akan melakukan perhitungan ulang terhadap jumlah pajak yang terutang dalam setahun menggunakan tarif umum PPh Pasal 17.
Hal ini dilakukan dengan mengurangkan jumlah pajak yang sudah dibayarkan pada periode Januari hingga November.
Dengan demikian, secara teori, beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak seharusnya tetap sama.