Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Kemenkeu Ungkap Prioritas Dana Desa 2024: Atasi Kemiskinan Ekstrem

JAKARTA — Pemerintah menyadari pentingnya pembangunan di tingkat desa, karena merupakan bagian dari rangkaian pembangunan nasional. Di sisi lain, pembangunan nasional menjadi rangkaian dari upaya pembangunan berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Karenanya, upaya itu diwujudkan pemerintah melalui Dana Desa sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Salah satu tujuan Dana Desa untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan desa melalui peningkatan pelayanan publik di desa, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa, serta memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan.

“Pemanfaatan Dana Desa untuk mempercepat pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa harus memiliki output dan outcome yang jelas serta terukur melalui penetapan target penggunaan Dana Desa setiap tahun sesuai dengan prioritas nasional yang ditetapkan dalam UU tentang APBN,” ujar Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Luky Alfirman.

Alfirman menerangkan, Dana Desa pertama kali dialokasikan pada 2015 sebesar Rp20.766,2 miliar, kemudian terus meningkat hingga mencapai Rp70.000 miliar pada 2023. Perkembangan Dana Desa periode tahun 2019-2023, mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 0,04 persen, dari sebesar Rp69.814,1 miliar pada 2019, menjadi Rp69.930 miliar pada outlook 2023.

Di sisi lain, rata-rata Dana Desa yang diterima per desa juga meningkat dari sebesar Rp931,4 juta per desa pada 2019 menjadi Rp933,9 juta per desa pada 2023. Selanjutnya, jumlah desa yang menerima Dana Desa juga meningkat yaitu dari 74.953 desa pada 2019 menjadi 74.954 desa pada 2023.

Sementara APBN 2024 menganggarkan Dana Desa sebesar Rp71.000 miliar, lebih tinggi sebesar Rp1.070 miliar atau 1,5 persen dibandingkan outlook 2023. “Saat ini pemerintah pusat akan mengalokasikan Dana Desa TA 2024 pada 75.259 desa,” terangnya.

Adapun anggaran Dana Desa 2024 diarahkan untuk percepatanpenghapusan kemiskian ekstrem di Indonesia sebagaimana Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022.

Alfirman mengatakan, ada tiga strategi utama untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem ini. Pertama, pengurangan beban pengeluaran masyarakat, melalui program Bansos, Jamsos, subsidi, kebijakan stabilitas harga, dan program lainnya yang dapat mengurangi beban pengeluaran masyarakat.

Kedua, peningkatan pendapatan masyarakat melalui peningkatan produktivitas dan pemberdayaan masyarakat dengan optimalisasi program Padat Karya Tunai Desa (PKTD). Ketiga, penurunan jumlah kantong-kantong kemiskinan, diantaranya melalui pemenuhan pelayanan dasar, seperti peningkatan akses layanan dan infrastruktur pendidikan, layanan dan infrastruktur kesehatan, serta infrastruktur sanitasi air minum layak.

“Saat ini prioritas utama negara adalah mengatasi kemiskinan ekstrem, maka kami memberitahu desa-desa tersebut bahwa Anda juga harus mengalokasikan dana untuk mengatasi kemiskinan ekstrem di desa Anda,” ujar Luky Alfirman.

Selain itu, lanjutnya, kebijakan penggunaan Dana Desa juga diarahkan untuk percepatan penurunan stunting di desa. Untuk mewujudkannya, pemerintah melakukan sejumlah langkah.

Pertama, tindakan promotif dan preventif untuk pencegahan dan penurunan stunting sesuai dengan kewenangan desa dan diputuskan dalam musyawarah desa. Kedua, laporan konvergensi pencegahan stunting tingkat desa tahun anggaran sebelumnya dijadikan sebagai persyaratan dalam penyaluran tahap II bagi Desa Mandiri dan tahap III bagi Desa Non-Mandiri.

“Laporan tersebut berguna sebagai input, data, dan masukan juga sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan di bidang percepatan penurunan stunting secara nasional. Dan anggaran stunting yang berasal dari Dana Desa pada 2024 sebesar Rp10.470,8 miliar,” ujarnya.

Selanjutnya, Dana Desa tahun 2024 juga diarahkan bagi ketahanan pangan. Dalam skala desa berupa program ketahanan pangan dan hewani melalui sektor pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan tangkap dan budidaya.

Ketahanan pangan dimaksudkan selain untuk mengakhiri kelaparan, juga untuk mencapai penguatan pangan, memperbaiki nutrisi dan mempromosikan pertanian yang berkelanjutan juga untuk meningkatkan indeks nilai tukar petani dan nelayan. Anggaran ketahanan pangan yang berasal dari Dana Desa pada 2024 diperkirakan sebesar Rp9.017,9 miliar.

Lebih lanjut Alfirman menerangkan, program Dana Desa ini selaras dengan kebijakan Transfer ke Daerah (TKD) yang dilakukan pemerintah yang mana alokasinya terus meningkat, sebagai perwujudan desentralisasi fiskal. Langkah ini dalam 10 tahun terakhir telah mampu mendorong peningkatan kinerja daerah dan desa.

“Hal ini terlihat antara lain dari menguatnya kemandirian fiskal daerah dan terus meningkatnya jumlah desa yang berstatus desa mandiri. Kemandirian fiskal daerah menunjukkan tingkat kemampuan daerah dalam membiayai pemerintahan sendiri,” ujarnya.

Alfirman menerangkan juga kemandirian fiskal daerah dalam hal ini diukur dari Rasio PAD terhadap total pendapatan APBD. Jika dilihat pada 2014, secara nasional rasio kemandirian fiskal daerah 24,01 persen, meningkat menjadi 28,14 persen pada 2022. Sebaliknya, rasio transfer ke daerah terhadap total pendapatan APBD menurun dari 68,8 persen pada 2014, turun menjadi 65,15 persen pada 2022.

“Hal ini mengindikasikan bahwa dalam satu dekade terakhir, kemampuan pemerintah daerah dalam mendanai layanan publik dengan sumber pendanaan sendiri semakin meningkat. Implementasi Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) diharapkan mampu terus mendorong penguatan local taxing power, sehingga kemandirian fiskal daerah akan terus menguat,” tutur Alfirman.

Selain itu, meningkatnya kemandirian fiskal daerah juga tidak lepas dari kinerja perpajakan daerah yang menunjukkan peningkatan secara signifikan. Pada 2022, realisasi pajak daerah telah melebihi level pra pandemi dengan pertumbuhan yang cukup signifikan.

Pertumbuhan realisasi pajak daerah tersebut juga diiringi dengan Local tax ratio yang menunjukkan tren peningkatan dari sejak pandemi. Tren tersebut diharapkan akan berlanjut pada 2024 mengingat pada tahun depan merupakan awal implementasi UU nomor 1 Tahun 2022 dan PP 35 Tahun 2023 yang menyangkut pengaturan terbaru untuk pajak daerah dan retribusi daerah.

“Di dalamnya terdapat beberapa kebijakan yang dapat memacu peningkatan local taxing power seperti peningkatan tarif pajak tertentu, perluasan objek pajak serta dorongan penguatan administrasi perpajakan daerah melalui kerjasama pertukaran data perpajakan dan sinergi pemungutan pajak daerah,” katanya.

Secara spesifik, lanjut Alfirman, aparat desa berperan aktif dalam upaya pemutakhiran objek pajak daerah serta penagihan pajak daerah tertentu seperti Pajak Bumi dan Bangunan sektor perdesaan dan perkotaan yang di mayoritas daerah masih merupakan sumber penerimaan PDRD terbesar. Oleh karena itu, UU HKPD mengakui peran desa tersebut dengan mewajibkan pemerintah kabupaten/kota untuk memberikan Dana Bagi Hasil yang bersumber dari PDRD.

Berdasarkan data Indeks Desa Membangun (IDM) Kementerian Desa dan Pemberdayaan Daerah Tertinggal menunjukkan, pada 2018 desa yang dikategorikan desa mandiri hanya berjumlah 313 desa, namun meningkat secara signifikan hingga berjumlah 11.456 desa.

“Meskipun Dana Desa bukan satu-satunya sumber pendanaan untuk kegiatan yang ada di desa, namun hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan dana desa yang baik mampu berkontribusi untuk terus mendorong kinerja desa,” pungkas Alfirman.

Share:

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.